Dulu, televisi adalah sumber hiburan utama yang ditunggu-tunggu setiap akhir tahun. Libur semester yang singkat terasa lebih menyenangkan dengan deretan film yang diputar di berbagai channel televisi. Serial televisi seperti Home Alone menjadi tontonan wajib yang setia menemani dari pagi hingga sore, sebelum dilanjutkan dengan berita siang. Malam harinya, layar kaca kembali menyajikan tv series populer yang dulu pernah tayang di bioskop.
Televisi pertama dalam keluarga banyak orang memiliki kenangan tersendiri. Gambar televisi dulu hanya tersedia dalam bentuk hitam putih dengan layar cembung dan antena yang harus diputar agar mendapatkan siaran jernih. Penemu televisi, John Logie Baird, mungkin tak pernah membayangkan bagaimana teknologinya akan berkembang pesat hingga menjadi smart TV yang bisa terhubung ke internet dan streaming layanan seperti Netflix atau HBO.
Dulu, menonton channel televisi favorit adalah kebiasaan yang tak tergantikan. Namun, seiring berjalannya waktu, generasi muda mulai beralih ke platform digital yang lebih fleksibel. Internet menawarkan kebebasan dalam memilih konten tanpa harus menunggu jam tayang tertentu. Berita yang dulu hanya bisa didapat dari TV kini lebih cepat diakses melalui media sosial dan portal online.
Di masa lalu, memiliki televisi adalah simbol status sosial. Tayangan di layar kaca bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga cerminan harapan dan gaya hidup. Serial tv yang dulu berjaya kini harus bersaing dengan tv series dari berbagai layanan streaming. Banyak acara yang hanya menjadi daur ulang dari format lama tanpa inovasi baru. Iklan yang berlebihan juga membuat penonton lebih memilih platform tanpa gangguan komersial.
Saat ini, gambar televisi masih menghiasi ruang keluarga, tetapi tidak lagi menjadi pusat perhatian. Televisi harus beradaptasi agar tetap relevan, terutama dengan hadirnya smart TV yang bisa memutar konten digital. Jika tidak, channel televisi tradisional mungkin hanya akan menjadi kenangan, tenggelam dalam nostalgia bersama majalah dan radio.
Televisi belum benar-benar mati, tetapi sudah kehilangan pamornya. Pertanyaannya, apakah televisi masih layak dipertahankan di era digital? Atau akankah kita hanya mengenangnya sebagai bagian dari masa lalu?