Tradisi Takjil Layak Disebut Budaya Nasional

Tradisi Takjil Layak Disebut Budaya Nasional

Kolak, gorengan, dan sederet makanan yang segar-segar memang sudah lazim jadi santapan saat Ramadan. Apalagi kolak pisang, si primadona.

Seolah menjadi fardu ain, pasar takjil jadi bermunculan saat Ramadan. Setiap daerah juga punya takjil unggulannya masing-masing. Tapi, dari mana, sih, munculnya tradisi takjil?

Munculnya Tradisi Takjil

Alkisah, Belanda mengirim seorang orientalis untuk memata-matai rakyat Aceh, namanya Snouck Hurgronje, yang akhirnya meninggalkan banyak catatan bersejarah soal Hindia Belanda. Dalam De Atjehers (1891-1892), Hurgronje mengatakan bahwa tradisi takjil sudah ada di kalangan masyarakat Aceh. Menjelang berbuka, masyarakat Aceh akan berbondong-bondong menyantap e bu peudah atau bubur pedas di masjid. 

Selain di Aceh, pada awal abad ke-20, takjil juga sudah eksis di Yogyakarta. Ada gelaran takjil untuk menyegerakan kaum muslimin berbuka, Muhammadiyah yang memopulerkan tradisi ini di Masjid Kauman, Yogyakarta. Pada mulanya, cara ini sempat mendapat tuduhan negatif. Mereka dituduh sebagai orang-orang yang tak tahan lapar. Tapi tradisi ini terus dilestarikan Muhammadiyah hingga akhirnya menjadi tradisi yang lazim di Yogyakarta—bahkan di kalangan masyarakat muslim Indonesia.

Popularitas takjil juga tak luput dari peran Wali Sanga dalam misi menyebarkan agama Islam di Nusantara. Wali Sanga sendiri terkenal memopulerkan Islam melalui budaya-budaya lokal, misalnya Sunan Kalijaga yang berdakwah lewat wayang. Begitu pula soal perintah puasa. Salah satu langkah yang ditempuh Wali Sanga untuk memperkenalkan puasa adalah mempopulerkan takjil dalam bentuk hidangan lokal. Kolak menjadi hidangan yang dipilih oleh Wali Sanga saat itu.

Kata “kolak” sendiri diserap dari bahasa Arab, “khaliq” artinya  pencipta alam semesta atau Tuhan. Pemaknaan kolak itu didasari pada bahan-bahan dasar pembuatan kolak. Bahan dasar pisang kepok, diambil dari kata “kapok” yang artinya jera, tujuannya agar di bulan puasa, orang-orang Muslim bertaubat dan merasa jera hingga tak lagi melakukan dosa-dosa terdahulunya. Sementara, bahan dasar ubi yang dalam bahasa Jawa dikenal dengan "telo pendem", dimaknai agar umat Islam mengubur dalam-dalam kesalahan yang pernah dilakukan. Terakhir, santan dalam bahasa Jawa disebut "santen" dari kata "pangapunten" yang artinya mohon maaf.

Sampai detik ini, kolak masih terus menempati urutan nomor satu jadi takjil paling populer.

Hidupnya Usaha Kecil

Menjelang Ramadan, takjil laris manis diperjualbelikan lewat Pasar Ramadan—atau ada yang menyebutnya Pasar Takjil. Tak diketahui pasti awal mula Pasar Ramadan muncul. Tapi yang jelas, tradisi takjil yang mendarah daging adalah pemicunya.

Hampir setiap daerah memiliki Pasar Ramadan-nya masing-masing. Yang terkenal di Jakarta adalah Pasar Takjil Benhil yang telah muncul sejak 1985. Awalnya, pasar ini digagas oleh Forum Peduli Benhil. Mulanya, hanya ada sekitar lima belas pedagang saja. Tetapi, pesatnya perkembangan Ibu Kota membuat jumlah pedagang di pasar ini terus meroket. Pada tahun 2010, jumlah pedagangnya mencapai seratus.

Pembukaan pasar ini dimulai lima hari sebelum Ramadan tiba, para calon pedagang mesti mendaftarkan diri dulu kepada FPB. Pembeli di pasar ini semakin membludak karena lokasinya dekat perkantoran. Sepulang kerja, orang-orang kerah putih langsung menyerbu pasar ini.

Tradisi semacam ini membawa dampak positif, sebab mampu membangkitkan ekonomi masyarakat dan pedagang kecil. Contohnya, kelompok Santripreneur di Kampung Malangan Giwangan yang mendorong para santri di Yogyakarta untuk memasuki dunia ekonomi.

Bahkan, momen Ramadan 2023 ini digadang-gadang menjadi momen kebangkitan ekonomi pascapandemi. Masyarakat antusias untuk ngabuburit setelah terkurung pandemi selama dua tahun. Otomatis, antusiasme ini akan mendatangkan cuan bagi para pelaku ekonomi melalui Pasar Ramadan.

Meningkatnya kegiatan usaha kecil saat Ramadan tahun ini menandakan perputaran ekonomi kembali normal. Masyarakat kembali bergerak dinamis, mereka tak lagi terjebak di dalam rumah karena—telah merasa—virus corona “sudah lebih jinak”.

Meski tampak kecil, tetapi usaha dari pelaku UMKM dapat berimbas signifikan bagi perekonomian nasional, karena mendorong konsumsi, produksi, perputaran uang, dan nilai tambah semakin baik hingga berujung pada peningkatan PDB.

Tahun 2017 = kontribusinya 57%
Tahun 2018 = kontribusinya 57,8%
Tahun 2019 = kontribusinya 60,3% 
Tahun 2020 = kontribusinya 37,3% (menurun akibat pandemi)
Tahun 2021 = kontribusinya 61,07%
Tahun 2022 = 61%
Sumber: Kemenkeugo.id
Pasar Ramadan Legendaris


Selain Pasar Takjil Benhil yang larisnya bukan main, ada beberapa Pasar Ramadan di
berbagai daerah yang memang sudah jadi legenda di wilayah masing-masing.
Pasar Ramadan Jogokariyan
Pasar Ramadan ini diadakan melalui Kampung Ramadan Jogokariyan (KRJ), Yogyakarta. Lokasinya ada di Masjid Jogokariyan. Sudah delapan belas tahun, KRJ tak hanya menggelar pasar takjil, tetapi Masjid Jogokariyan juga membagi-bagikan 600 sampai 700 piring makanan gratis, sekarang jumlahnya sudah meningkat fantastis menjadi 3000 piring per hari.

Ada pula kegiatan lesehan sore di KRJ yang isinya tausiyah humor, angkringan Ramadan, dongeng keluarga, dongeng anak.

Pasar Ramadan di Gereja Katedral Kristus Raja

Kerukunan dan toleransi antarumat beragama tercermin lewat yang satu ini. Puluhan pedagang takjil berjejer di depan Gereja Katedral Kristus Raja, Kupang. Jemaat gereja yang biasanya parkir di depan gereja saat ibadah, selama bulan Ramadan mereka mengalah dan parkir di sudut jalan yang lain.

Pedagang di Pasar Ramadan ini biasanya berasal dari kampung Kupang, seperti Solor, Airmata, dan Bonipoi yang biasanya berisi penduduk Muslim.

Pasar Ramadan Kauman

Lagi-lagi, Yogyakarta punya Pasar Ramadan yang terkenal. Maklum, takjil sendiri kan diperkenalkan di kota ini. Pasar yang sudah ada sejak 1970-an ini awalnya hanya terdapat dua orang pedagang. Di tahun 1994 saja bahkan hanya ada empat pedagang. Menjelang tahun 2000-an, pasar ini jadi lebih serius digarap oleh RW setempat.

Ada satu makanan khas yang terkenal, namanya “kicak”, terbuat dari ketan dan parutan kelapa.

Pasar Wadai Banjarmasin

Kata Wadai diambil dari nama kue Banjar yang jadi primadona di pasar ini. Lokasi pasar ini sendiri berpindah-pindah. Sebelumnya, Pasar Wadai berlokasi di Jalan RE Martadinata atau di depan Balaikota Banjarmasin, pernah juga di depan bekas Kantor Gubernur Kalimantan Selatan. Pada 2023, lokasinya berada di kawasan Menara Pandang, Siring Tendean. Pasar ini difasilitasi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banjarmasin. 

Baru-baru ini, Pasar Wadai dapat teguran dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banjarmasin karena penggunaan kantong plastik yang masih masif. DLH menegur agar penjual tak menyediakan kantong plastik dan pembeli diimbau membawa kantong belanja sendiri, alih-laih menggunakan kantong plastik.

Pasar Ramadan Sawojajar

Salah satu makanan khas dari pasar ini adalah jemblem, camilan kuno yang katanya sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Camilan ini sangat familiar di daerah Madura dan Jawa Timur. Dibuat dari singkong dan kelapa parut yang dibentuk bulat dan diisi gula jawa. Di Jawa Barat, camilan yang mirip dengan jemblem ini disebut Misro, sedangkan di Jawa Tengah disebut klenyem.


Entah bagaimana tradisi takjil—yang semula hanya di Aceh dan Jawa—menyebar ke seluruh Indonesia, yang jelas, kini budaya takjil sudah sepatutnya disebut sebagai budaya nasional kita.