Sekilas Info, Riwayat Trans Anggrek di Tangerang Selatan
Sebagai mahasiswa yang berkuliah di Ciputat, saya kerap menjumpai Trans Anggrek Circle Line, bis dengan 29 tempat duduk ini berjalan dari Terminal Pondok Cabe menuju Halte UIN Ciputat. Peminatnya cukup banyak, terutama dari kalangan mahasiswa karena tak bertarif alias gratis. Tak hanya itu, bis juga memiliki AC, CCTV, dan tempat duduk yang cukup nyaman dan aman.
Rasa penasaran saya membuat saya menelusuri sejarah bis berwarna hijau dengan aksen merah muda ini. bis ini pertama kali diresmikan di tahun 2015 dengan harapan bisa membantu mengurai kemacetan. Untuk mendukung ini, pemerintah Tangsel bahkan menggratiskan operasional bis ini sepanjang tahun 2015. Soal rute, bis ini memiliki 4 koridor. Masing-masing koridor dilayani dengan 5 bis. Rutenya adalah Koridor I Jalan Juanda (terintegrasi dengan APTB Ciputat–Kota)–Terminal Intermoda Pondok Ranji (terintegrasi stasiun KRL); Koridor II Terminal Pondok Cabe–Terminal Intermoda Rawa Buntu (terintegrasi stasiun KRL). Koridor III Terminal Intermoda Rawa Buntu–Terminal Intermoda Jurang Mangu (terintegrasi stasiun KRL).
Dilihat dari rutenya, Trans Anggrek sudah terintegrasi dengan stasiun KRL. Sayangnya, bis ini masih belum menjawab isu kemacetan Tangsel. Permasalahan ini bisa terjadi karena beberapa hal.
Masalah yang Mengekor
Pertama, bis umumnya memiliki panjang dan lebar sekitar 7,5 meter x 2,2 meter dengan tinggi 3 meter ini beroperasi di jalan yang lebarnya bervariasi, mulai dari 8,7 meter sampai 14,8 meter. bis tidak punya jalur khusus, sehingga harus berebut ruang dengan kendaraan pribadi (90,95%), kendaraan umum lain (3,60%), dan kendaraan barang (5,45%). Kemacetan juga ikut diperparah dengan ketiadaan kebijakan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, seperti yang berlaku di beberapa ruas jalanan Jakarta.
Kedua, Trans Anggrek juga sempat diprotes oleh Organisasi Angkutan Darat (Organda) kota Tangsel. Bis ini disinyalir akan mengambil pangsa angkot yang mencapai angka 4 ribu unit. Mereka meminta pengoperasian Trans Anggrek dikaji ulang agar tidak mematikan mata pencarian angkot. Koridor Trans Anggrek sejatinya tidak mengisi kekosongan rute yang tidak terjangkau oleh angkot, karena sekitar 70% yang dilintasi Trans Tangerang melintasi rute angkot. Ini bisa terjadi karena adanya konflik kepentingan antara pemerintah dan organisasi masyarakat serta ketiadaan kerjasama dalam pembuatan kebijakan.
Ketiga, realitas di lapangan menunjukkan banyak warga Tangsel belum mengetahui kehadiran Trans Anggrek. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah menyebabkan bis ini sepi peminat. Persoalan lainnya yang cukup menarik perhatian, ialah penggunaan plat merah Trans Anggrek yang membuat masyarakat segan memberhentikannya. Entah kenapa Dishubkominfo Tangsel membiarkan Trans Anggrek beroperasi menggunakan plat merah. Padahal penggunaan warna plat pada kendaraan itu dengan jelas telah diatur dalam Peraturan Kepolisian No 7 Tahun 2021 atau pun regulasi sebelumnya Peraturan Polisi No 5 Tahun 2012. Plat merah digunakan untuk kendaraan khusus instansi pemerintah, sementara untuk kendaraan berjenis angkutan umum diatur menggunakan plat kuning.
Bis ini juga sempat dijuluki oleh masyarakat sebagai ‘bis siluman’. Pasalnya bis ini, beberapa kali tidak berhenti di halte, bahkan tetap melaju saat diminta berhenti oleh penumpang. Hasil penelusuran Media Indonesia menunjukkan Trans Anggrek pernah tidak beroperasi lantaran dana operasionalnya belum cair. Mirisnya, kejadian ini berlangsung di tahun 2016, yang mana adalah fase awal pengoperasian bis. Ini menunjukkan pemerintah kota Tangsel belum profesional dalam mengurus Trans Anggrek.
Hal ini sempat dikritik Tangerang Public Transparency Watch (TRUTH). Mereka menilai Pemkot Tangsel tidak memiliki grand design soal transportasi umum yang baik, nyaman, dan murah. Awalnya Trans Anggrek digadang-gadang akan menjadi angkutan massal bebas biaya, tapi malah berhenti beroperasi dan disalahgunakan. Padahal, anggaran yang dikeluarkan untuk transportasi ini tidak sedikit, yaitu 6,23 miliar rupiah.
Kabar Terakhir tentang Trans Anggrek Circle Line
Sekarang, Trans Anggrek terlihat terparkir di KIR Dishub Tangsel. Bis tidak lagi beroperasi sejak tahun 2019 karena dirasa tidak efektif. Pandemi semakin menangguhkan nasib bis ini. Padahal secara kondisi, bis ini sebetulnya masih layak jalan karena masih ada anggaran perawatan. Jadilah bis ini dialihgunakan untuk menjadi moda transportasi untuk pegawai Pemkot Tangsel yang berarti plat merahnya sudah sesuai dengan ketentuan.
Namun, yang paling membuat garuk kepala adalah anomali bis ini. Berdasarkan penelusuran saya, bis ini rupanya bisa disewakan, seperti yang pernah dilakukan oleh sebuah klub sepak bola. Bis bahkan pernah mengalami kecelakaan di Bogor ketika sedang disewa oleh Karang Taruna. Untungnya, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.
Kabar terbaru mengenai bis ini, pada tahun 2023 rencananya akan menjadi transportasi untuk pelajar Tangsel demi mengurangi kemacetan jalan dan memudahkan para orang tua, karena tinggal mengantarkan anak-anaknya ke titik-titik pemberhentian bis terdekat. Akankah bis ini kembali berjaya?
Tentu bisa, asal pemerintah mau menggandeng pengembang swasta untuk ikut membantu menyediakan jaringan transportasi publik yang menjangkau kantong-kantong pemukiman. Penting bagi pemerintah Tangsel untuk berbenah dan menunjukkan keseriusan dalam menyelesaikan masalah transportasi umum dan kemacetan. Ditambah, tidak pernah ada waktu yang tepat untuk berubah, karena perubahan itu bukan untuk dijadwalkan, melainkan dilakukan secara nyata.