Gadis Kretek: Tembakau, Saus Cinta, 1965
Sejarah rokok dan perempuan bisa ditarik sangat jauh hingga abad ke-17. Adalah Roro Mendut, seorang perempuan yang menolak tunduk pada Tumenggung Wiraguna yang merupakan panglima perang Sultan Agung. Babad Tanah Jawi mengabadikan nama Roro Mendut sebagai pelinting perempuan pertama. Alkisah, cinta Tumenggung Wiraguna ditolak oleh Roro Mendut. Tumenggung ingin hidup Roro Mendut menderita sehingga ia menerapkan pajak yang tinggi kepada sang Roro. Tak kehabisan akal, Roro Mendut mencukupi kebutuhan hidupnya dengan menjual barang yang kini dikenal sebagai rokok. Dia melinting tembakau dan merekatkannya dengan air ludahnya.
Hampir empat abad setelah kisah Roro Mendut termaktub di Babad Tanah Jawi, Ratih Kumala menulis kisah tentang Dasiyah, seorang perempuan penemu resep saus untuk kretek yang menjadi pengantar dari kisah panjang tentang asmara, industri kretek, dan politik.
Dasiyah adalah putri dari Idroes Moeria, pengusaha kretek lokal di kota yang hanya disebut inisialnya yaitu kota M. Kisah ini menceritakan berkembangnya industri rokok kretek pada 1960an. Dasiyah yang disebut lahir di gudang tembakau memiliki kemampuan memilah kualitas tembakau. Insting cita rasanya tajam.
Kretek adalah sebutan untuk tembakau yang dilinting dengan cengkeh lalu dibungkus dengan kertas papir ataupun daun jagung. “Rahasia kretek ada pada sausnya,” demikian Dasiyah. Saus inilah yang menjadi tulang punggung cerita dalam serial Gadis Kretek.
Serial yang diadaptasi dari novel Ratih Kumala ini menjelaskan saus kretek sebagai ciri khas rasa sebuah produk. Sayangnya, perjalanan mengenal saus ini abstain dalam serial adaptasinya. Dalam novel, saus pertama kali dikenal oleh Idroes yang ditangkap tentara Jepang dan dipenjara di Surabaya. Pada masa penahanan itulah Idroes mengetahui bahwa perokok di kota Surabaya menambahkan saus pada kretek mereka sehingga memiliki cita rasa yang khas dan otentik dari produk.
Kisah ini terbagi menjadi dua garis waktu, yaitu tahun 2000an dan 1960an. Pada tahun 2000an anak-anak Soeraja mencari tahu identitas Dasiyah, yang hidup pada 1960an. Tahun 1960an memang zaman ketika industri tembakau sedang berkembang. Beberapa tahun sebelum dekade itu dimulai, perusahaan rokok macam Djarum (1951) dan Gudang Garam (1958) didirikan. Kelak keduanya menjadi perusahaan dengan valuasi bisnis yang sangat besar hingga mampu merambah bidang-bidang usaha lainnya seperti perbankan dan properti.
Idroes, pemilik produk ‘Kretek Merdeka’, dikisahkan sebagai salah satu pengusaha kretek lokal yang sukses pada waktu itu. Pengetahuannya akan saus kretek ia bawa kembali pulang setelah dirinya lepas dari penahanan Jepang. Ia memulai lagi usahanya dengan racikan saus buah-buahan. Pada suatu ketika, Dasiyah yang kerap memperhatikan ayahnya meracik saus itu, mampu menciptakan sausnya sendiri.
Penambahan Stigma dan Represi Perempuan
Hal lain yang tidak diangkat oleh serial adaptasi adalah kebebasan Dasiyah dalam meramu saus ini. Dasiyah menemukan racikan untuk kreteknya melalui kesalahan-kesalahan yang dilalui oleh Idroes, ayahnya. Sejatinya Dasiyah tidak dilarang untuk bereksperimen sendiri. Namun kebebasan ini dihadirkan berbeda dalam serial. Dalam serial, Dasiyah dilarang masuk ke ruang saus karena perempuan dianggap akan membuat rasa kretek menjadi asam. Larangan ini seperti saus tambahan yang dihadirkan Kamila Andini dan Ifa Isfansyah dengan nuansa represi terhadap perempuan, membuat serial ini terasa semakin sedap meskipun mungkin tidak otentik bagi pembaca novelnya.
Dasiyah beberapa kali menerima hinaan, termasuk dari suplier tembakau bernama Budi dan juga Soedjagad, pesaing bisnis Idroes. “Perempuan tahu apa soal tembakau?” begitu kata Budi ketika Dasiyah mengatakan bahwa tembakau yang dikirim Budi tidak sesuai dengan sampel yang diberikan.
Industri kretek dan rokok secara umum memang maskulin. Tidak jarang merokok dikaitkan dengan identitas macho dan tegas, sementara rokoknya dibuat oleh buruh yang sebagian besar perempuan. Perempuan dianggap bisa menyelesaikan target harian yang ketat dibanding lelaki serta lebih rela menerima upah murah. Serial ini pun ditunjukkan ibu-ibu yang bekerja di pabrik Idroes danmengajari Soeraja cara melinting.
Kebebasan Dasiyah kemudian menjadi isu penting karena ironi ini. Di serialnya, ia membuat saus secara diam-diam dengan bantuan Soeraja yang memberinya kunci ruang saus. Ia nampak tak berdaya. Padahal, pada novelnya Dasiyah-lah yang justru mengajari Soeraja meracik saus kretek.
Saus yang ditemukan Dasiyah ini akhirnya berujung pada produk baru bernama Kretek Gadis, pendamping Kretek Merdeka milik perusahaan Idroes. Proses lahirnya kretek ini menjadi bagian penting dalam kisah Dasiyah. Kretek Gadis seperti seorang anak yang dikandung oleh Dasiyah sendiri dan dirawat sedemikian sebelum dilahirkan. Selama masa kandungan itu, Dasiyah harus meyakinkan ayahnya dan juga pemodal yang akan menyuntikkan dana. Kelahiran Kretek Gadis menjadi satu segmen yang harusnya bisa memicu penonton untuk bertepuk tangan. Dalam serialnya, peluncuran Kretek Gadis disajikan dengan sekelebat dan tanpa kesan dramatis. Padahal, kretek ini adalah simbol perjalanan Dasiyah dengan berbagai pengetahuan dan minatnya akan kretek.
Bumbu Intrik Politik
Selayaknya kisah yang mengambil latar tahun 1960an, kisah Dasiyah tak luput dari fragmen berdarah intrik politik pada masa itu. Huru-hara pembersihan orang yang diduga Komunis menjadi awal konflik antara Dasiyah dan Soeraja. Soeraja yang diduga memiliki afiliasi dengan PKI mengawali konflik inti cerita. Dalam serialnya nama PKI atau istilah Komunis disamarkan menjadi Partai Merah. Hal ini cukup mengejutkan bagi penonton sekaligus pembaca. Apakah menjadi hal tabu menyebut PKI dalam serial? Tentu mestinya ini bukan masalah besar kecuali serial ini diluncurkan pada era Orde Baru. Padahal, film-film lain seperti Soe Hok Gie (2005) ataupun Sang Penari (2011) lebih lugas dalam membicarakan identitas partai Komunis dalam background tahun yang sama. Film terakhir yang disebut juga disutradari oleh Ifa Isfansyah.
Kualitas peran dari para bintang yang tampil membuat serial ini nyaman untuk ditonton. Alurnya yang berada pada dua garis waktu bisa diikuti meskipun pemaparannya berupa mozaik yang terdiri dari surat Dasiyah, penceritaan Soeraja hingga penceritaan dari Poerwanthi anak dari Soedjagad pesaing bisnis dari Idroes.
Kretek dalam perjalanannya menjadi bagian sejarah selama republik ini berdiri hingga saat ini. Ia hadir sebagai candu yang mengganggu kesehatan, namun tetap dibutuhkan sebagai salah satu penopang pendapatan negara. Dari setiap daun tembakau, setiap batang kretek hingga setiap asap hisapannya telah melewati perjalanan dari tangan-tangan yang melestarikannya. Dasiyah adalah salah satu orang yang memiliki cerita dari tembakau. Tapi ia tak dianggap ada karena patriarki. Dasiyah hanya bisa menyaksikan racikannya besar dan dinikmati banyak orang, sementara ia sendiri berakhir dalam kesepian.