Spill The Tech

VIDEO: Sejarah Bioskop dari Masa ke Masa

Sejarah Bioskop dari Masa ke Masa

Pendahuluan

Bioskop telah menjadi bagian integral dari budaya hiburan di seluruh dunia. Dari gedung-gedung megah yang berdiri sendiri hingga bioskop modern yang berada di dalam pusat perbelanjaan, perjalanan evolusi bioskop adalah cerminan dari perubahan teknologi dan sosial. Artikel ini akan mengulas sejarah panjang dan metamorfosis bioskop dari masa ke masa.

Asal Mula Bioskop

Bioskop publik pertama di dunia adalah Nickelodeon yang berdiri pada tahun 1905 di Pittsburgh, Amerika Serikat. Didirikan oleh Harry Davis dan John Harris, Nickelodeon hanya menayangkan film pendek bisu berdurasi 15-20 menit. Film-film ini diproyeksikan ke layar sederhana menggunakan sprei putih. Teknologi proyektor pada masa itu sangat sederhana, namun sudah cukup untuk menarik minat penonton.

Pada tahun 1920-an, perkembangan teknologi proyektor memungkinkan penyelarasan gambar dan suara, menandai akhir dari era film bisu. Sepuluh tahun kemudian, proyektor mampu menampilkan gambar berwarna, memberikan lompatan besar dalam pengalaman menonton film di bioskop.

Perkembangan Bioskop Singleplex

Bioskop singleplex adalah konsep bioskop yang terdiri dari satu auditorium besar dengan banyak kursi dan layar besar. Pada masa awal, bioskop singleplex menjadi tempat populer untuk menonton film. Di Amerika, pekerja bioskop biasanya adalah imigran, menjadikan bioskop sebagai titik temu budaya yang penting.

Namun, seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai merasa bosan dengan konsep ini. Mereka mencari pengalaman menonton yang lebih santai dan fleksibel. Pada tahun 1933, muncul konsep drive-in bioskop di Amerika Serikat. Drive-in bioskop memungkinkan penonton menonton film dari dalam mobil mereka di sebuah lapangan luas dengan layar besar.

Era Keemasan Drive-In Bioskop

Pada tahun 1950-an hingga 1960-an, drive-in bioskop mencapai puncak popularitasnya. Terdapat sekitar 4000 drive-in bioskop di Amerika Serikat pada masa itu. Penonton menikmati kebebasan untuk berbicara dan makan selama film diputar, menciptakan pengalaman menonton yang unik dan santai.

Meskipun drive-in bioskop sangat populer, mereka hanya bisa menayangkan satu film pada satu waktu. Hal ini menjadi kendala ketika jumlah film yang diproduksi semakin banyak. Maka, pada tahun 1980-an, lahirlah konsep multiplex.

Kelahiran dan Dominasi Bioskop Multiplex

Bioskop multiplex, atau cineplex, adalah gedung bioskop yang memiliki beberapa ruang pemutaran film dalam satu lokasi. Konsep ini memungkinkan penayangan beberapa judul film secara bersamaan, memberikan lebih banyak pilihan bagi penonton dan meningkatkan keuntungan bagi pengelola bioskop dan pelaku industri film.

Pada saat yang sama, Amerika Serikat sedang mengalami ledakan pembangunan mal pada tahun 1980-an. Mal-mal baru di pinggiran kota ini menjadi tempat ideal untuk bioskop multiplex. Kerja sama antara pengelola mal dan bioskop menciptakan sinergi yang menguntungkan kedua belah pihak. Penonton bioskop harus melewati berbagai gerai di dalam mal sebelum mencapai bioskop, mendukung konsep co-opetition atau persaingan dalam kerja sama.

Perkembangan Bioskop di Indonesia

Perjalanan sejarah bioskop di Indonesia juga mengikuti pola yang mirip dengan Amerika Serikat. The Royal Bioscope yang berdiri pada tahun 1905 adalah bioskop independen pertama di Indonesia. Gedung bioskop mewah pertama setelah kemerdekaan adalah Metropole di Jakarta, yang dibuka pada tahun 1951.

Pada tahun 1970-an hingga akhir 1990-an, bioskop independen berkembang pesat di hampir setiap kota di Indonesia. Bioskop drive-in pertama di Indonesia muncul pada tahun 1970 di Ancol, Jakarta, dan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara pada masa itu.

Era Bioskop Multiplex di Indonesia

Konsep bioskop multiplex mulai hadir di Indonesia pada tahun 1986 dengan pendirian Cineplex 21. Cineplex 21 bekerja sama dengan pusat perbelanjaan Golden Truly, membuka era baru bagi industri bioskop di Indonesia. Dengan banyak layar di berbagai lokasi, Cineplex 21 menawarkan lebih banyak pilihan film, termasuk film-film luar negeri, kepada penonton Indonesia.

Namun, dominasi Cineplex 21 juga membawa dampak negatif. Banyak bioskop independen mati karena tidak mampu bersaing, dan ruang pemutaran film menjadi terbatas kembali. Pada periode 1990-1998, industri film Indonesia mengalami kemunduran karena film-film lokal kekurangan ruang tayang di bioskop.

Dampak Pandemi dan Kebangkitan Bioskop Alternatif

Pandemi COVID-19 pada tahun 2020 memberikan pukulan berat bagi industri bioskop yang terpusat di mal. Pembatasan sosial dan penutupan mal membuat bioskop tidak bisa beroperasi, mempengaruhi pendapatan dan keberlangsungan industri film.

Di tengah situasi sulit ini, muncul sejumlah bioskop alternatif seperti Kineforum, Cine Space, dan Radiant Cinema. Bioskop-bioskop ini rutin menayangkan film-film independen dan film yang tidak mendapatkan ruang di bioskop mainstream, memberikan angin segar bagi industri perfilman Indonesia.

Masa Depan Bioskop

Meskipun konsep bioskop telah berubah dari masa ke masa, kebutuhan publik untuk menonton film tetap ada. Pertanyaannya, konsep bioskop seperti apa yang akan muncul di masa depan untuk memenuhi kebutuhan penonton sambil tetap menguntungkan penyedia layanan? Jawabannya mungkin terletak pada keseimbangan antara hiburan dan bisnis, serta adaptasi terhadap perubahan teknologi dan sosial.