Jauh sebelum dikenal sebagai komedian, Yusril Fahriza ternyata punya passion besar dalam musik. Saat usianya baru 5 tahun, Yusril sudah bisa menyanyikan lagu "Please Forgive Me" milik Bryan Adams dengan fasih. Sejak saat itu, kecintaannya pada musik terus tumbuh.
Dalam berbagai kesempatan, Yusril sering berbagi cerita tentang band-band favoritnya dari Jogjakarta, tempat di mana ia tumbuh menjadi remaja dan dewasa. Meski kini ia dikenal sebagai komedian, Yusril tak pernah bisa lepas dari musik yang sudah menjadi bagian dari hidupnya sejak kecil. Ia bahkan menyebut musik sebagai “lorong waktu” yang selalu menghubungkannya ke masa kecil dan remaja.
Di masa mudanya, Yusril sempat bermimpi menjadi seorang rockstar. Ia sering bercanda tentang impiannya itu dan menyebut bahwa tidak hanya Anang atau Opick, bahkan santri seperti dirinya pun punya mimpi yang sama. Namun, jalan hidup membawanya ke dunia komedi, dan mimpi menjadi rockstar pun perlahan memudar.
Meski begitu, kecintaannya pada musik tak pernah hilang. "Sekarang aku lagi suka band Perunggu," ungkap Yusril saat sedang menikmati secangkir kopi di kedai favoritnya. Baginya, musik kini adalah sekadar kesenangan dan cara untuk mengenang masa lalu.
Dalam obrolan ringan, Yusril Fahriza mengungkapkan bahwa ia lebih memilih Oasis ketimbang Blur. Sejak kecil, ia sudah terpapar musik dari kakaknya yang sering memutar lagu-lagu Oasis, termasuk hits seperti "D'you Know What I Mean". Meski awalnya ia hanya mengikuti selera kakaknya, perlahan-lahan Yusril menemukan identitas musiknya sendiri.
Setelah mengenal Oasis, Yusril mulai menyukai band-band Amerika seperti Nirvana dan Soundgarden. Musik alternatif seperti ini lebih mudah diterima oleh Yusril, dibandingkan dengan genre rock yang lebih berat seperti Metallica. Dari Nirvana, Yusril kemudian beralih ke Linkin Park dan band-band alternatif lainnya seperti Incubus, Limp Bizkit, dan My Chemical Romance.
Mungkin banyak yang bertanya-tanya, bagaimana bisa seorang santri di pesantren seperti Yusril Fahriza mengakses musik-musik sebanyak itu? Yusril mengakui bahwa meskipun musik dan perangkat seperti Walkman dilarang di pesantren, hal tersebut tidak menghentikannya.
Ia bercerita bahwa di pesantren, ada banyak cara kreatif untuk mendapatkan akses ke musik. Mulai dari membeli kaset secara sembunyi-sembunyi hingga berbagi referensi musik dengan teman-teman sesama santri. Menariknya, komunitas musik di pesantren justru berkembang pesat, dengan setiap santri saling berbagi referensi musik baru.
Selain kecintaannya pada band-band internasional, Yusril Fahriza juga mengidolakan beberapa band lokal Indonesia. Di antaranya adalah Gigi, Dewa 19, dan KLA Project. Yusril mengungkapkan bahwa ia merasa sangat terhubung dengan Gigi karena sudah mengikuti perjalanan band tersebut sejak masih remaja. Bahkan, Yusril mengaku pernah menyelinap keluar dari pesantren demi bisa menonton konser Gigi di Jogja pada tahun 2004.
Tak hanya menonton, Yusril juga sempat memotret konser tunggal Gigi dan merasa sangat bahagia saat melakukannya. Ia bahkan menangis bahagia karena bisa memadukan dua kecintaannya, yaitu musik dan fotografi, dalam satu momen tersebut.
Ketika ditanya bagaimana Yusril bisa tetap setia dengan band Gigi hingga dewasa, ia menjawab bahwa hal tersebut karena penerimaannya sebagai penggemar yang menguatkan. Menurutnya, Gigi selalu punya tempat spesial di hatinya, meskipun pernah merilis lagu-lagu yang ia anggap cringe, seperti "My Facebook".
Yusril Fahriza tetap mencintai Gigi bukan hanya karena musik atau aransemen lagu-lagu mereka, tetapi karena hubungan emosional yang sudah terbangun sejak remaja. Bagi Yusril, Gigi adalah bagian dari hidupnya yang tidak akan pernah bisa digantikan oleh band lain.
Perjalanan Yusril Fahriza dalam dunia musik membuktikan bahwa meskipun hidup membawanya ke jalan yang berbeda, kecintaannya pada musik tetap bertahan. Kini, sebagai seorang komedian yang sukses, Yusril tetap menikmati musik sebagai salah satu cara untuk mengenang masa lalu dan menghubungkan dirinya dengan identitas yang ia bangun sejak kecil.
Dari santri yang menyelinap keluar untuk menonton konser hingga komedian yang menulis film pendek dengan judul lagu dari band favoritnya, Yusril Fahriza telah menjadikan musik sebagai bagian penting dari hidupnya.
Yusril Fahriza adalah bukti bahwa musik bisa menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini. Meskipun kini dikenal sebagai komedian, kisah perjalanan musiknya tetap menginspirasi, terutama bagi mereka yang tumbuh besar di era yang sama. Bagi Yusril, musik bukan sekadar hobi, tetapi identitas yang membentuk dirinya hingga saat ini.