Krisis Kekeringan di Bali

Penulis: Achmad Susanto
Editor: Hamim Septian
Krisis Kekeringan di Bali

Highlight

  • Mengapa Penting:

Pulau Dewata, Bali, saat ini berada dalam kondisi darurat kekeringan yang memprihatinkan. Darurat ini berakar pada situasi kekeringan ekstrem yang terjadi di wilayah ini. Pada 19 Oktober 2023, Pemerintah Provinsi Bali secara resmi mengumumkan status darurat kekeringan selama 14 hari ke depan. Keputusan ini merupakan respons atas tekanan kekeringan yang mengancam Bali, dan merupakan langkah penting untuk melindungi masyarakat dan ekosistem pulau ini.

  • Gambaran Besar:

Gubernur Plt. Bali, Sang Made Mahendra Jaya, menjelaskan betapa seriusnya situasi ini dan mengambil keputusan berani untuk mengumumkan status darurat kekeringan. Keputusan ini mendapat dukungan kuat dari berbagai pihak.

  • Sorotan:

Selama masa darurat, pemerintah dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali di bawah kepemimpinan I Made Rentin mengidentifikasi dua kebutuhan mendesak. Pertama, perlunya peralatan dan sumber daya untuk mengatasi kekeringan yang melanda seluruh Bali. Kedua, penggunaan teknologi modifikasi cuaca sebagai salah satu harapan terbesar untuk merangsang hujan dan mengakhiri kekeringan.

  • Perspektif Luas:

Penggunaan teknologi modifikasi cuaca merupakan langkah maju yang diambil Bali untuk mengatasi kekeringan ekstrem. Teknologi ini akan diterapkan di wilayah-wilayah yang paling terdampak oleh kekeringan, termasuk Kabupaten Kubu di Karangasem, kawasan Kubutambahan di Kabupaten Buleleng, dan Gerokgak di Kabupaten Buleleng.

  • Perspektif Mendalam:

Selain menggunakan teknologi canggih, Bali juga mengerahkan para pemuka agama dalam menghadapi krisis ini. Masyarakat Bali berkumpul di Pura Dalem Sakenan dan kuil-kuil lainnya di sekitar TPA Suwung yang terbakar. Mereka mendoakan para petugas pemadam kebakaran yang tengah memadamkan api di tempat pembuangan sampah.

  • Kilas Balik:

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi awal musim hujan di Indonesia secara umum akan terjadi pada November 2023. Namun, akibat keragaman iklim di Indonesia, awal musim hujan tidak akan terjadi secara serentak di seluruh wilayah. Puncak musim hujan diperkirakan umumnya terjadi di Januari dan Februari 2024.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa musim hujan 2023/2024 kemungkinan akan tiba lebih lambat dari biasanya. Ini disebabkan oleh peralihan Angin Timuran (Monsun Australia) menjadi Angin Baratan (Monsun Asia).

 

Baca Juga : Krisis Air di Tangerang Selatan

 

 Krisis Kekeringan di Bali: Dampak dan Langkah Penanggulangan

 

Masa Darurat Kekeringan di Bali

Kehidupan di Balis aat ini berada dalam situasi genting. Pada Kamis, 19 Oktober 2023, Pemerintah Provinsi Bali telah mengumumkan status darurat kekeringan untuk 14 hari ke depan. Langkah ini diambil akibat kondisi kekeringan ekstrem dan kebakaran yang melanda tempat pembuangan sampah (TPA) di seluruh Bali.

Gubernur Plt. Bali, Sang Made Mahendra Jaya, menyampaikan, "Dalam menghadapi situasi yang terus berkembang ini dan untuk meningkatkan kewaspadaan kami serta melindungi masyarakat Bali, kami telah mengumumkan status darurat kekeringan selama 14 hari ke depan, dimulai hari ini." Pernyataan ini dikutip oleh BeritaBali.com pada Kamis, 19 Oktober 2023.

Bali Memohon Hujan

Gubernur Mahendra mengumumkan bahwa selama 14 hari tersebut, tidak akan ada usaha yang diabaikan untuk segera memadamkan kebakaran, termasuk kebakaran masif di TPA Suwung. Sementara itu, bantuan penting bagi daerah-daerah yang paling terdampak oleh kekeringan dan kekurangan air minum juga tengah diimplementasikan.

Status darurat kekeringan adalah tingkat kewaspadaan terendah yang diberikan berdasarkan hukum dan memungkinkan untuk tingkat kesiapan yang dapat diaktifkan sesuai kebutuhan dalam memberikan dukungan kepada daerah yang terancam.

Dalam pertemuan koordinasi darurat yang diselenggarakan oleh Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi (BPBD) Bali, I Made Rentin, dua kebutuhan kunci diidentifikasi selama masa darurat saat ini. Pertama, perlunya peralatan untuk mengatasi kekeringan ekstrem yang sedang berlangsung di seluruh Bali. Kedua, BPBD meminta teknologi modifikasi cuaca untuk merangsang hujan di tiga wilayah Bali yang sudah lebih dari 94 hari tanpa hujan.

Teknologi Modifikasi Cuaca untuk Menyelamatkan Bali

Ketika teknologi modifikasi cuaca tersedia, itu akan diterapkan di wilayah-wilayah yang paling terdampak kekeringan: Kabupaten Kubu di Karangasem, kawasan Kubutambahan di Kabupaten Buleleng, dan Gerokgak di Kabupaten Buleleng.

Pesawat yang mampu menaburkan awan hujan saat ini sedang digunakan di Riau dan Sumatera Selatan, tetapi dijanjikan akan segera dikerahkan ke Bali.

Bali yang Selalu Mengutamakan Spiritualitas

Selain peralatan canggih dan teknologi pembuatan hujan yang kini sedang dikerahkan, masyarakat Bali juga sedang berdoa di Pura Dalem Sakenan dan beberapa kuil lainnya di sekitar TPA Suwung yang terbakar. Doa-doa ini ditujukan untuk mendukung para petugas pemadam kebakaran di tempat pembuangan sampah tersebut.

Selama kebakaran di TPA Suwung belum dapat dikendalikan, sampah dari seluruh pulau dialihkan sementara ke TPA Kelating di Tabanan. Sebelumnya, selama kebakaran berlangsung, sampah dikirim ke TPA Mandung Tabanan dan TPA Temisi Gianyar hingga terjadi kebakaran di dua lokasi tersebut, membuat penggunaan mereka menjadi masalah.

Prakiraan Awal Musim Hujan di Indonesia

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi awal musim hujan secara umum akan terjadi pada bulan November 2023. Namun, akibat tingginya keragaman iklim di Indonesia, awal musim hujan tidak akan terjadi secara serentak di seluruh wilayah. Sementara itu, puncak musim hujan diprediksi umumnya terjadi di Januari dan Februari 2024.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyatakan, "Musim hujan pada tahun 2023/2024 umumnya akan tiba lebih lambat dibandingkan dengan biasanya. Curah hujan yang turun pada periode musim hujan 2023/2024 pada umumnya diprediksi akan normal dibandingkan biasanya."

Faktor Angin dan Gangguan Iklim

Dwikorita menjelaskan bahwa awal musim hujan umumnya berkait erat dengan peralihan Angin Timuran (Monsun Australia) menjadi Angin Baratan (Monsun Asia). Berdasarkan prediksi BMKG, Angin Timuran diprediksi masih akan aktif hingga November 2023, terutama di Indonesia bagian Selatan. Sementara itu, Angin Baratan diprediksi akan datang lebih lambat dari biasanya.

Gangguan iklim El Nino telah berkembang sejak pertengahan Mei 2023 dan mencapai tingkat El Nino moderat sejak akhir Juli 2023. Indeks El Nino saat ini mencapai +1.504. Gangguan iklim El Nino moderat ini diprediksi akan berlanjut hingga awal 2024.

Kombinasi El Nino dan IOD

Di Samudera Hindia, pemantauan anomali suhu permukaan laut menunjukkan kondisi IOD Positif dengan indeks saat ini sebesar +1.527. Kondisi IOD Positif ini diperkirakan akan berlanjut hingga akhir 2023. Kombinasi fenomena El Nino dan IOD (+) ini menyebabkan pertumbuhan awan hujan di wilayah Indonesia menjadi lebih sedikit dari biasanya, yang berhubungan dengan curah hujan rendah sebagai penyebab kekeringan di Indonesia.

Menghadapi Ancaman Bencana Hidrometeorologi

Dwikorita menghimbau kepada kementerian, lembaga pemerintah, pemerintah daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim hujan, terutama di wilayah yang mengalami sifat musim hujan di atas normal (lebih basah dari biasanya).

Wilayah-wilayah ini diprediksi akan mengalami peningkatan risiko banjir dan tanah longsor. Pemerintah daerah diharapkan dapat lebih optimal mengedukasi masyarakat tentang cara menghadapi risiko bencana yang mungkin terjadi selama musim hujan serta pentingnya memperhatikan peringatan dini.

Prakiraan Musim Hujan di Berbagai Wilayah Indonesia

Berikut adalah perkiraan awal musim hujan di beberapa wilayah Indonesia:

  • Bulan September 2023: Sebagian besar Aceh, sebagian besar Sumatera Utara, sebagian Riau, Sumatera Barat bagian tengah, dan sebagian kecil Kepulauan Riau.
  • Bulan Oktober 2023: Provinsi seperti Jambi, Sumatera Selatan bagian utara, Jawa Tengah bagian selatan, sebagian wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah bagian barat, dan sebagian besar Kalimantan Timur.
  • Bulan November 2023: Meliputi wilayah Sumatera Selatan, Lampung, sebagian besar Banten, Jakarta, Jawa Barat, sebagian besar Jawa Tengah, sebagian Jawa Timur, Bali, sebagian kecil NTB, sebagian kecil NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo, sebagian Sulawesi Tengah, sebagian besar Sulawesi Selatan, Maluku Utara bagian utara, dan Papua Selatan bagian selatan.