Strategi Jelang Pilpres 2024

Penulis: Achmad Susanto
Editor: Ann Putri
Strategi Jelang Pilpres 2024

Highlight

  • Mengapa Penting:

Aliansi partai dalam Pilpres memiliki arti penting dalam membentuk koalisi yang kuat, memengaruhi hasil pemilu, dan mengarahkan kebijakan negara. Koalisi yang terbentuk dapat menggambarkan arah perpolitikan dan menghasilkan sinergi kekuatan partai yang berpotensi menentukan kemenangan calon presiden dan wakil presiden.

  • Gambaran Besar:

Dari Pilpres 2004 hingga 2019, aliansi partai mengalami evolusi dan perubahan aturan ambang batas presiden. Ini berdampak pada dinamika koalisi yang terbentuk. Pada Pilpres 2024, langkah-langkah strategis partai dalam membangun aliansi semakin menarik untuk diikuti.

  • Sorotan:

Pilpres 2004 hingga 2019 telah menghasilkan dinamika beragam dalam koalisi partai politik. Pasangan-pasangan calon yang menang memiliki basis dukungan yang berbeda, seiring dengan perubahan aturan ambang batas presiden.

  • Perspektif Luas:

Aliansi partai memiliki dampak yang melampaui hasil pemilu. Koalisi yang terbentuk dapat mempengaruhi kebijakan pemerintahan, distribusi kekuasaan, serta stabilitas politik dalam jangka panjang.

  • Perspektif Mendalam:

Dalam Pilpres 2004, penurunan ambang batas presiden memungkinkan lebih banyak partai mengusung pasangan calon. Sementara pada Pilpres 2009, aliansi jumbo menjadi kunci kemenangan bagi pasangan SBY-Boediono. Pilpres 2014 dan 2019 menunjukkan betapa dinamisnya dinamika koalisi yang mengarah pada pemenangan pasangan calon.

  • Kilas Balik:

Dalam Pilpres 2004, SBY-Jusuf Kalla berhasil memenangkan pilpres dengan dukungan partai yang kuat. Pada Pilpres 2009, aliansi partai penting dalam membawa SBY-Boediono meraih kemenangan. Jokowi-Jusuf Kalla memenangkan Pilpres 2014 melalui koalisi yang efektif, sementara Jokowi-Ma’ruf Amin keluar sebagai pemenang dalam Pilpres 2019 melalui dukungan yang lebih luas.

 

Baca lebih dalam:

Peta Koalisi Partai di Pilpres 2004-2019

 

Peta Aliansi Partai dalam Pemilihan Presiden 2004-2019

Dinamika Koalisi Menuju Pilpres 2024

Lebih kurang dua tahun menjelang pilpres 2024, partai-partai politik di Indonesia telah memulai langkah-langkah penting dalam membangun aliansi koalisi. Pada 12 Mei 2022, tiga partai, yaitu Golkar, PAN, dan PPP, secara resmi mengumumkan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Gerindra dan PKB menyusul bergabung dalam aliansi ini pada 14 Agustus 2022.

Partai-partai lainnya seperti Nasdem, PKS, dan Demokrat juga terlibat dalam proses menjajaki aliansi koalisi. Pimpinan dari partai-partai ini telah memulai komunikasi untuk membahas kemungkinan sinergi. Misalnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Umum Partai Demokrat, telah bertemu sebanyak tiga kali dengan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh. Namun, PDIP sebagai partai pemenang pemilu 2019 belum menunjukkan komitmen serius untuk menjajaki aliansi dengan partai lain.

Evolusi Syarat Ambang Batas dalam Pilpres

Penting untuk mencermati bahwa koalisi antarpartai telah menjadi hal yang krusial sejak pemilu presiden tahun 2004. Pada saat itu, pemerintah menerapkan ambang batas presiden sebagai persyaratan partai untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden. Ambang batas ini ditetapkan dalam Pasal 5 ayat 4 UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilu, yang mengamanatkan bahwa pasangan calon hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi sekurang-kurangnya 15% kursi DPR atau 20% suara sah secara nasional.

Pada pemilu 2009, persyaratan ini diubah menjadi minimal 25% kursi DPR dan 20% suara pemilu legislatif, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu. Aturan ini juga berlaku untuk pilpres 2014.

Kemudian, dalam pemilu 2019, syarat minimal partai politik mengusung capres-cawapres kembali berubah menjadi minimal memiliki 20% kursi di DPR dan 25% suara di pemilu legislatif, sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017. Syarat ini juga berlaku dalam konteks pilpres 2024.

Dinamika Koalisi dalam Pemilihan Presiden 2004  hingga 2019

Pilpres-pilpres sebelumnya telah menghasilkan berbagai dinamika koalisi yang memengaruhi hasil dan perjalanan politik di Indonesia.

  • Pilpres 2004: Peluang Lebih Banyak, Pasangan SBY-Jusuf Kalla Menang

Pilpres 2004 diwarnai dengan perubahan ambang batas presiden yang memungkinkan lebih banyak partai mengusung kandidat presiden dan wakil presiden. Dua putaran pemilihan dilaksanakan, dan pasangan SBY-Jusuf Kalla keluar sebagai pemenang akhir dengan meraih 60,62% suara nasional.

  • Pilpres 2009: Aliansi Jumbo dan Kemenangan SBY-Boediono

Pada pilpres 2009, jumlah partai di parlemen berkurang menjadi 9, dengan dua partai baru yaitu Gerindra dan Hanura masuk. Pasangan SBY-Boediono didukung oleh aliansi jumbo partai-partai dan berhasil meraih kemenangan dengan 60,80% suara nasional.

  • Pilpres 2014: Dinamika Koalisi Menentukan Kemenangan Jokowi-Jusuf Kalla

Dalam pilpres 2014, tidak ada partai yang memenuhi ambang batas presiden. Pemenangnya, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla, didukung oleh koalisi partai yang lebih ramping dari lawannya dan memenangkan pilpres dengan perolehan suara 53,15%.

  • Pilpres 2019: Pertarungan Ulang dan Kemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin

Pada pilpres 2019, Jokowi yang merupakan petahana berhasil mengumpulkan dukungan lebih banyak partai, termasuk dari partai yang sebelumnya mendukung Prabowo. Pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin keluar sebagai pemenang dengan meraih 55,50% suara nasional.