Highlight
-
Beli rumah minimal umur berapa?
Membeli rumah idealnya dilakukan setelah seseorang memiliki kestabilan finansial yang memadai. Di Indonesia, banyak orang mulai mempertimbangkan pembelian rumah di usia akhir 20-an hingga awal 30-an, setelah mereka memiliki pekerjaan tetap dan tabungan yang cukup untuk membayar uang muka (DP).
-
Kenapa Gen Z susah beli rumah?
Generasi Z menghadapi berbagai tantangan dalam membeli rumah. Beberapa alasan utamanya adalah:
- Harga Rumah yang Tinggi: Harga properti yang terus naik membuat rumah semakin sulit dijangkau.
- Pertumbuhan Gaji yang Lambat: Pendapatan yang tidak sebanding dengan kenaikan harga properti.
- Beban Utang: Banyak Gen Z masih memiliki cicilan pendidikan atau utang konsumtif lainnya.
- Tabungan yang Terbatas: Kesulitan dalam menabung cukup untuk uang muka rumah.
-
Bagaimana cara menabung agar bisa membeli rumah?
Berikut adalah beberapa tips menabung agar bisa membeli rumah:
- Tetapkan Tujuan Keuangan: Tentukan jumlah uang yang diperlukan untuk DP dan target waktu untuk mencapainya.
- Buat Anggaran Bulanan: Alokasikan sebagian pendapatan untuk tabungan rumah setiap bulan.
- Kurangi Pengeluaran Tidak Penting: Prioritaskan pengeluaran penting dan kurangi belanja konsumtif.
- Cari Penghasilan Tambahan: Pertimbangkan pekerjaan sampingan atau investasi untuk menambah pendapatan.
- Gunakan Rekening Terpisah: Simpan tabungan rumah di rekening yang terpisah untuk menghindari penggunaan dana tersebut.
-
Apakah rugi membeli rumah KPR?
Membeli rumah dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah:
- Kemudahan Akses: KPR memudahkan pembelian rumah tanpa harus menabung lama untuk DP penuh.
- Manfaat Investasi: Rumah biasanya meningkat nilainya seiring waktu, memberikan keuntungan investasi jangka panjang.
Namun, ada juga kekurangannya:
- Bunga KPR: Bunga yang dibebankan oleh bank bisa cukup tinggi, menambah total biaya pembelian rumah.
- Komitmen Jangka Panjang: KPR biasanya berjangka waktu panjang (15-30 tahun), yang berarti komitmen finansial yang lama.
Baca Juga : Self-Healing, Self-Care, dan Me-Time di Dunia yang Makin Gila
Walau Diinjak Kapitalisme, Millennial dan Gen Z Punya Rencana Masa Tua, Loh
Tantangan Kepemilikan Rumah bagi Anak Muda Jakarta: Solusi dan Harapan
Penyebab Krisis Kepemilikan Rumah
1. Pertumbuhan Gaji yang Lambat
Pertumbuhan gaji yang tidak sebanding dengan kenaikan harga rumah adalah salah satu faktor utama yang menghambat anak muda untuk memiliki rumah. Kenaikan harga rumah yang agresif, dengan suplai yang terbatas, membuat banyak anak muda tidak mampu membeli rumah meskipun memiliki pekerjaan tetap.
2. Harga Tanah dan Rumah yang Tinggi
Kenaikan harga tanah dan rumah di Jakarta dan sekitarnya tidak dapat diabaikan. Jakarta Property Institute mencatat kenaikan harga rumah per meter persegi di Jakarta sebesar 75,3% dalam satu dekade terakhir. Di kota-kota penyangga Jakarta, kenaikannya bahkan lebih drastis, mencapai 125,61% pada periode yang sama.
3. Kelangkaan Tanah
Keterbatasan lahan di Jakarta menyebabkan harga tanah semakin mahal. Kelangkaan ini mendorong masyarakat untuk mencari alternatif perumahan di kota-kota satelit, yang ironisnya, juga mengalami kenaikan harga seiring meningkatnya permintaan.
4. Kemiskinan dan Keterbatasan Finansial
Kemiskinan dan keterbatasan finansial juga menjadi penghambat utama. Meski rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan di bawah 30% pendapatan mereka untuk rumah, di Jakarta, proporsi ini lebih tinggi dan masih sulit dijangkau oleh banyak orang.
Solusi yang Dapat Diterapkan
1. Intervensi Pemerintah
Pemerintah perlu melakukan intervensi yang signifikan dalam masalah perumahan ini. Program 1 juta rumah oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta rumah subsidi DP 0 rupiah untuk masyarakat DKI Jakarta, adalah langkah awal yang baik, namun masih belum cukup untuk mengatasi masalah yang ada.
2. Pembangunan Rumah Susun
Belajar dari negara-negara lain seperti Singapura, pembangunan rumah susun yang terjangkau dan berkualitas tinggi bisa menjadi solusi jangka panjang. Housing and Development Board (HDB) di Singapura adalah contoh sukses bagaimana rumah susun dapat menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi keluarga dari berbagai latar belakang.
3. Peningkatan Subsidi Perumahan
Subsidi perumahan perlu ditingkatkan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kebijakan yang lebih fleksibel dan mencakup berbagai segmen pendapatan akan membantu lebih banyak orang untuk memiliki rumah.
4. Kerjasama Pemerintah dan Swasta
Kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta dapat mempercepat pembangunan perumahan. Model Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) bisa menjadi solusi efektif untuk memperbanyak unit perumahan yang tersedia.