Kebingungan Generasi Muda Iran

Kebingungan Generasi Muda Iran

 

(Contoh tampilan artikelnya kayak gini ya https://jurno.id/kengiluan-meninggalkan-kampung-hingga-ambisi-mati-di-tanah-rantau

 

DISCLAIMER

 

Naskah ini adalah hasil wawancara dengan Henry (49 tahun), saat ini ia berdomisili di Jakarta dan tengah mengerjakan bisnis. Selain itu, ia juga sibuk membuat konten video di Youtube miliknya. Dalam proses redaksional kami meleburkan tanya-jawab selama proses wawancara via WhatsApp dengan Henry ke dalam cerita dari sudut pandang Henry, atas izin dan di bawah otoritas editorial Henry sebagai pemilik cerita.

 

Saya pertama kali ke Iran tahun 2018. Terus berkesempatan menetap di sana hingga tahun 2021. Kurang lebih saya tinggal di sana lebih dari tiga tahun. Nah di Iran, saya tinggal di ibu kota dan kota terpadat di sana, Tehran dengan 10 juta penduduk. Mirip dengan penduduk Jakarta. ((ilustrasinya bendera Iran aja)

 

Di sana saya banyak melakukan aktivitas, termasuk mengamati bagaimana kisah anak muda Iran yang jarang disorot. Tak banyak memang informasi soal itu. Dari hasil pengamatan saya, ada beberapa realitas yang terjadi di anak muda Iran. Paling tidak mereka yang berada di ibukota Teheran dan satu dua kota di luar Teheran. (ilustrasi)

 

Saya mengamati, di sana banyak anak muda yang khawatir memikirkan masa depan mereka. Hidup di negara yang banyak sanksi dan semua hal yang dibatasi, siapa juga ya yang tidak khawatir? Ditambah lagi, keinginan menggebu terhubung dengan dunia luar, tapi sayang harus dibatasi. Itu untuk urusan peradaban ya atau dunia modern. Belum lagi buat hal-hal yang domestik, misalnya. Di sana stres banget kalau mau menikah. Dorongan menikah jadi kecil karena uang mahar yang begitu tinggi walaupun ini karena budaya ya bukan karena ketentuan agama belaka. (ilustrasi)

 

Dalam kebingungan atau kemarahan itulah, mereka mengekspresikan kebebasan melalui berbagai kegiatan seperti olahraga. Di sana di ruangan terbuka, banyak melihat anak muda yang menghabiskan waktu bermain skateboard. Selain skateboard atau aktivitas fisik, seni juga dijadikan pelampiasan atas segala pembatasan tersebut. Seni tersebut bermacam-ragam, ada yang design, handcraft, lukisan, teater sampai film. Bahkan ada anak muda yang demikian menyukai batik. (ilustrasi)

 

Tapi ya, gerak mereka dibatasi. Kamu pernah dengar band namanya Arsames? Mereka itu band metal Iran yang divonis 15 tahun penjara lantaran dianggap memainkan musik setan, dan ini tentu saja pertentangan dengan pemerintahan Islam di sana. (ilustrasi)A

 

Atau kamu pernah dengar Mahsa Amini? Dia perempuan muda meninggal dalam rusia 22 tahun pada 2022 lalu. Dia meninggal setelah ditahan oleh polisi moral di Teheran karena dianggap melanggar aturan hijab. Kepolisian menyebut Amini ditangkap pada 13 September karena mengenakan 'pakaian yang tidak pantas'. Pemerintah berkilah dan menyebut Amini tiba-tiba pingsan di tahanan dan jatuh koma hingga dirawat selama tiga hari di rumah sakit sebelum akhirnya meninggal dunia. Namun publik menganggap dia meninggal hingga disiksa. Paling tidak itulah yang kita dengar dari media media. (ilustrasi)

 

Belum lagi ditambah dengan pemberitaan di luaran yang menceritakan Iran demikian seseram itu. Tidak hanya satu ataupun dua kejadian. Bila masih ingat penembakan pesawat penumpang Ukraina tahun 2020. Pesawat yang baru mengudara dari Tehran PS752 dengan tujuan Kiyv yang ditembak jatuh dan menewaskan 176 orang di dalamnya dengan seketika. Ataupun pemberitaan yang mengatakan bahwa Iran mendukung kelompok Hamas sebagai milisi yang memperjuangkan Palestina dari pendudukan Israel. (ilustrasi)

 

Meski demikian anehnya, kamu bisa melihat bahwa ada satu kondisi yang berbeda. Kamu bisa melihat anak muda yang hidup dalam kebebasan. Bebas dalam artiannya sebenarnya yaitu kehidupan hedon dengan busana yang sangat bebas. Pertanyaan muncul? Lha itu kok bisa. Ya karena mereka anak-anak muda yang punya privilege dan sembunyi sembunyi. Bingung ya? Ya memang semembingungkan itu kehidupan anak muda di Iran. Publik dunia seakan mengetahui anak-anak muda di sana seolah hidup dari satu pengekangan ke pengekangan lain. Sementara itu, banyak juga anak muda yang hidup dan bergaul bebas menghabiskan malamnya di ruang private. (ilustrasi)

 

Urusan Domestik Bikin Pusing Anak-anak Muda Iran

 

Dari cerita Henry kita dapat membayangkan bagaimana kondisi anak muda Iran secara kultural. Tapi bagaimana dengan partisipasi anak-anak muda Iran dewasa ini? Terlebih terhadap konflik Israel-Palestina yang makin hari makin meruncing. 

 

Hubungan Iran dan Israel makin mendidih setelah kedua negara ini saling serang. Presiden Iran Ebrahim Raisi bahkan mengancam Israel akan “memusnahkan” Negeri Zionis itu jika mencoba menyerang Teheran lagi. Hal ini dilontarkannya dalam kunjungan ke Pakistan, Senin (23/4/24).

 

“Jika rezim Zionis sekali lagi melakukan kesalahan dan menyerang tanah suci Iran, situasinya akan berbeda, dan tidak jelas apakah rezim ini akan tetap bertahan,” tulis kantor berita negara Iran, IRNA, mengutip ucapan Raisi, belum lama ini.

 

Meski didukung oleh sebagian masyarakat yang turun ke jalan sambil membawa simbol-simbol Palestina, sayangnya politik Ebrahim Raisi selaku presiden tak mendapat dukungan penuh masyarakatnya. 

 

Seorang guru berusia 45 tahun dari Kota Amol di wilayah utara misalnya, ia menyebut eskalasi konflik dengan Israel hanya akan menjadi berita buruk bagi masyarakat awam.

 

“Tekanan ekonomi akan meningkat, keselamatan kita akan terancam.Kita harus menghindari konflik dengan cara apapun. Saya tidak ingin perang. Bagaimana saya bisa melindungi kedua anak saya? Tidak ada tempat yang aman,” ujar guru tersebut sebagaimana yang diberitakan kepada Reuters.

 

Kita seakan menunggu aksi anak-anak muda Iran selama ini sarat dengan perlawanan. Anak-anak muda ini–dengan segala tindakan represif pemerintahnya–seakan menolak patuh di hadapan penguasa. 

 

Saya tak menemukan berita anak muda Iran mengutuk keras tindakan keji yang sudah Israel lakukan terhadap Palestina. Kita tampaknya tak perlu terburu-buru menuduh anak muda Iran tak punya panggilan moral terhadap konflik ini. Anak-anak muda di Iran, menurut hemat saya sudah cukup kewalahan dengan masalah yang ada di dalam negeri: mulai dari pemerintahan yang represif, kekerasan terhadap perempuan hingga polisi moral yang membikin nyali anak-anak muda mengkerut. Mereka dalam kondisi bingung menyikapi hal yang terjadi. Mereka ibarat orang yang fokus membersihkan rumah ketimbang ikut menangkap maling di komplek perumahan.  

 

Tampaknya, terlalu cepat rasanya kita menyimpulkan jika imperialisme di belakang Israel yang bergerak membantai warga Palestina, seakan tak memanggil anak muda di Iran. Bisa jadi mereka sedang menyusun rencana. Bisa jadi juga, mereka sedang mengambil jeda sebentar, menarik nafas dan bersiap mengutuk segala kejahatan yang Israel lakukan. Semoga kita masih bisa berharap.