Pilih Sendiri Jagoanmu: Susu Bohongan vs Susu Beneran

Siapa yang suka pesan kopi pakai susu bohongan? Ya, susu bohongan, karena menurut pelaku industri susu Amerika Serikat dan Uni Eropa, susu kedelai, susu almon, dkk “bukan susu”. Alasannya, biji-bijian tidak bisa diperah–tidak seperti sapi. 

 

Ya kali. 

 

Sebenarnya industri susu sapi sedang gigit jari, industri susu dari biji-bijian tumbuh sangat pesat. Naik daunnya vegetarianisme, kampanye soal hak hewan, keinginan untuk hidup lebih sehat, dan kekhawatiran soal gas kaca yang diproduksi peternakan, membuat orang-orang beralih. Berkurangnya konsumsi susu juga berefek ke konsumsi daging sapi.

 

Di Amerika Serikat ada 38.000 peternakan sapi yang tutup sejak tahun 2003. Sementara di Uni Eropa, produksi susu dan daging sapi diprediksi akan turun 0,2% setiap tahunnya..

 

Benarkah keberadaan susu alternatif menjadi alasan konsumsi susu sapi turun? Data dari USDA justru menunjukkan, konsumsi susu memang sudah menurun sejak tahun 70-an. Penurunan ini diakibatkan oleh semakin banyaknya pilihan minuman di supermarket. Pada dekade ini, orang Amerika Serikat mengonsumsi 2,5 kali lipat soda daripada susu

 

 

 

 

 

Kalau sekilas melihat angkanya, kita bisa dengan mudah menyimpulkan bahwa banyaknya varietas minuman menggeser susu dari prioritas belanjaan masyarakat AS. Anggapan ini benar, setidaknya sampai tahun 1980an. Konsumsi susu alternatif mulai naik karena masyarakat mulai menyadari bahwa mereka tidak bisa mengonsumsi susu sapi, alias mengidap intoleransi laktosa. Tapi, saat itu susu alternatif hanya susu kedelai saja. 

 

Susu oat baru muncul di pasaran ketika ilmuwan Swedia Rickard Öste meriset susu alternatif untuk mereka yang alergi susu sapi dan kacang-kacangan. Berhubung dia tinggal di Swedia yang produk unggulannya oat, jadilah ia bereksperimen dengan tanaman itu. Lewat keajaiban kimiawi, lahirlah Oatly, raksasa susu oat pertama dunia.

 

Renaisans Susu Alternatif 

 

Kenaikan susu oat membuka pintu bagi susu alternatif lain. Susu almon muncul lagi di medio 2000-an setelah dilupakan selama ratusan tahun. Setelah almon, muncul susu kelapa (katanya sih, enggak sama dengan santan ya), susu beras (bukan air tajin!), susu jambu mete, sampai yang paling baru, susu kacang polong. Di titik ini, apa pun yang bisa diubah oleh enzim menjadi minuman enak yang punya rasa creamy, bakal dibuat menjadi susu alternatif. 

 

Tapi alasan orang-orang lebih paham bahwa perut mereka tak bisa mencerna laktosa tidak sepenuhnya menjelaskan kenapa susu alternatif begitu populer. Toh orang-orang masih mengonsumsi susu sapi dan produk turunannya, seperti yogurt dan keju. Di sinilah peran internet dan pemasaran jenius bermain.

 

Dalam satu dekade terakhir, vegetarianisme yang dulunya kerap dianggap tren diet orang kaya dan hippie mulai dilirik. Alasannya tak jauh-jauh dari masalah kesehatan. Orang-orang mulai paham bahwa diet mereka yang tinggi kolesterol dan rendah serat berefek buruk pada kesehatan. Jadilah mereka membuka Google, membaca artikel kesehatan populer atau menonton fitness influencer yang mempromosikan diet vegetarian, lalu memutuskan untuk mengurangi konsumsi produk daging dan susu.

 

Millenial dianggap sebagai pionir diet berbasis tanaman. Jumlah pencarian ‘veganisme’ naik pesat di 2015 dan terus naik sampai 2020. Vegetarianisme tumbuh pesat di negara-negara pemakan daging dan susu, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada. Perlu dicatat ketiga negara ini sedang mengalami krisis obesitas, sehingga vegetarianisme erat dengan manajemen kesehatan.

 

Alasan kedua adalah perubahan iklim. Riset menunjukkan hewan ternak menyumbang sekitar 15 persen dari total emisi rumah kaca. Tak hanya itu, peternakan juga menggunakan sumber daya lahan dan air yang banyak. Jumlah lahan yang digunakan tak tanggung-tanggung, sebanyak 30 persen  lahan bumi. Kalau sistem peternakan dunia dihentikan dan lahan yang digunakan dibiarkan kembali menjadi hutan, krisis iklim bisa dihentikan. Tiongkok menunjukkan komitmen yang kuat dengan mendorong masyarakatnya mengurangi konsumsi daging sampai 50 persen.

 

 

Sumber: Dairy vs. plant-based milk: what are the environmental impacts? - Our World in Data

 

Namun dua alasan ini tak akan bisa berhasil tanpa taktik pemasaran yang jenius. Oatly awalnya tak begitu dikenal, sampai mereka merilis kampanye yang dianggap menyenggol industri susu Swedia pada 2015: “it’s like milk but for humans”. Mereka pun dituntut di pengadilan. Sorotan pers dunia dan simpati konsumen membuat penjualan Oatly naik 37% di Eropa dan Asia dan 45% di Swedia. 

 

Ambisi Toni Petersson, CEO Oatly, tidak berhenti sampai situ. Ia mengubah branding Oatly dan memosisikannya sebagai perusahaan gaya hidup. Ketika membeli produk Oatly, konsumen tak hanya membeli susu alternatif, tapi juga mengadopsi identitas baru. Yaitu warga kota kelas menengah yang keren, dan peduli isu lingkungan dan kesehatan. Taruhannya berhasil, pada 2021 Oatly sudah melantai di Wall Street. Lebih dari itu, Oatly membuka jalan bagi susu-susu alternatif lainnya untuk meramaikan rak supermarket. 

 

Menariknya, Almanack menyebut Oatly tak pernah secara eksplisit menyebut susu mereka punya gizi yang lebih baik daripada susu sapi. Tapi dalam pikiran konsumen sudah terpatri bahwa Oatly (dan juga puluhan merk susu alternatif lainnya) adalah pilihan yang jauh lebih sehat daripada susu sapi. 

 

Kenyataannya? 

 

 

Sumber: A Nutritional Comparison of Dairy and Plant-based Milk Varieties | Nutrition | MyFitnessPal

 

Sayangnya tidak. Secara gizi, susu sapi masih jauh lebih superior. Dari segi gizi, yang paling mendekati adalah susu kedelai, tapi banyak orang yang tak menyukai bau, tekstur, dan rasanya. Justru susu oat–yang punya kandungan karbohidrat paling tinggi tapi kandungan protein setengah susu sapi–yang paling mirip













 

Sumber: Plant Based Milk Market - Analysis, Size & Forecast 2033 (futuremarketinsights.com)

 

Namun, pengetahuan soal ini tak membuat orang-orang kembali mengonsumsi susu sapi. Industri susu alternatif diprediksi akan terus tumbuh sampai satu dekade ke depan, semakin menggeser susu sapi ke belakang. Apalagi saat ini mereka sedang berlomba-lomba membuat susu alternatif dengan berbagai rasa, dan menambah vitamin dan mineral supaya gizinya setara susu sapi. 

 

Akankah inovasi ini akan terjadi dalam waktu singkat? Yang penting untuk diingat, susu sapi berkontribusi besar terhadap gizi masyarakat. Harganya juga lebih murah dibanding susu alternatif. Sekotak 1 liter susu sapi UHT di pasaran Indonesia bisa didapatkan seharga Rp 17.500-Rp 20.000. Bandingkan dengan susu oat yang harganya bisa 2 kali lipatnya.