Moriaki Wakabayashi: Musisi Jepang, Pembajak Pesawat

Penulis: Achmad Susanto
Editor: Ann Putri
Moriaki Wakabayashi: Musisi Jepang, Pembajak Pesawat

Awal Kehidupan dan Karier Musik Moriaki Wakabayashi

Moriaki Wakabayashi lahir di kota Kusatsu, prefektur Shiga, Jepang, pada tanggal 26 Februari 1947. Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Prefektur Zeze Shiga, dia melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Dōshisha di Kyoto. Namun, nasib membawanya pada jalur yang tak terduga ketika dia terlibat dalam pembajakan pesawat dan memilih untuk mengasingkan diri sebelum menyelesaikan pendidikannya.

Pada tahun 1967, Moriaki Wakabayashi bergabung dengan band noise rock Jepang pionir, Les Rallizes Dénudés, bersama rekan-rekannya di Universitas Dōshisha. Dia menjadi pemain bass pertama dalam band ini. Namun, takdir berkata lain ketika tawaran untuk terlibat dalam pembajakan pesawat diberikan kepada pemimpin band, Takashi Mizutani, yang kemudian menolaknya. Keterlibatannya dalam aksi pembajakan menyebabkan Moriaki Wakabayashi meninggalkan band yang menjanjikan ini.

 

Pembajakan Pesawat Japan Airlines 351

Tanggal 31 Maret 1970 menjadi momen penting dalam sejarah Jepang ketika Moriaki Wakabayashi menjadi salah satu dari sembilan pembajakan yang menyerbu kokpit Penerbangan Japan Airlines 351. Mereka membawa senjata seperti pedang samurai dan pipa bom. Awalnya, para perampok menuntut pesawat dibawa ke Kuba dengan harapan mendapatkan pelatihan sebagai pejuang gerilyawan komunis. Namun, karena pesawat Boeing 727 tidak dapat terbang ke Kuba, mereka mengubah rencana dan meminta untuk dibawa ke Pyongyang, Korea Utara.

Perjalanan penuh drama dimulai ketika pesawat berhenti di Bandara Fukuoka, di mana beberapa sandera dibebaskan. Kemudian, pesawat melanjutkan perjalanan ke Seoul, Korea Selatan, yang telah dipersiapkan untuk terlihat seperti Korea Utara. Di sana, para pembajakan menyadari bahwa mereka telah ditipu ketika mendengar musik jazz Amerika dan tidak menemukan penyambutan yang mereka harapkan. Setelah kesulitan, mereka berhasil mendapatkan izin untuk terbang ke Korea Utara dengan melepaskan sebagian sandera. Setibanya di Korea Utara, mereka diberikan suaka politik oleh pemerintah setempat.

 

Kehidupan Setelah Pembajakan Pesawat

Pada tahun 1976, ketika tinggal di Korea Utara, Moriaki Wakabayashi menikahi sesama aktivis radikal dan pengasingan politik, Sakiko Wakabayashi. Pasangan ini memiliki dua orang anak. Pada Maret 2010, dalam wawancara dengan Kyodo News, Moriaki Wakabayashi mengaku bahwa aksi pembajakan itu merupakan tindakan yang "egois dan congkak." Dia juga menyatakan keinginannya untuk kembali ke Jepang dan bersedia menghadapi penangkapan dan persidangan atas perannya dalam pembajakan. Pada April 2014, dia diketahui masih hidup dan tinggal di Korea Utara bersama anggota lain dari kelompoknya.

Kelompok "Yodo-go," yang terlibat dalam pembajakan pesawat Japan Airlines 351, terus aktif menyatakan posisinya melalui publikasi organisasi, internet, dan media dari Korea Utara. Kelompok ini juga berhubungan erat dengan pihak berwenang Korea Utara dan telah menyampaikan permohonan untuk kembali ke Jepang.

Dugaan kasus penculikan warga negara Jepang di Eropa juga telah terkait dengan kelompok "Yodo-go." Mantan istri pembajakan dari kelompok ini memberikan kesaksian yang menyatakan bahwa mereka diperintahkan untuk menculik beberapa individu. Kepolisian telah melakukan penyelidikan dan pengejaran terhadap anggota kelompok ini yang terlibat dalam kasus penculikan.