Presiden Pertama Sukarno

Penulis: Hamim Septian
Editor: Achmad Susanto
Presiden Pertama Sukarno

Highlight

  • Mengapa Penting:

Kehidupan Sukarno memiliki relevansi yang mendalam dalam sejarah Indonesia. Sebagai pemimpin revolusi dan presiden pertama, Sukarno berperan menciptakan fondasi bagi kemerdekaan dan identitas nasional. Pemikirannya tentang Pancasila masih menjadi landasan negara, memperkuat kepentingan untuk memahami jejaknya dalam membentuk Indonesia modern.

  • Gambaran Besar:

Lahir pada 6 Juni 1901, Sukarno yang kelak menjadi pemimpin karismatik tumbuh dari latar belakang sederhana dan melalui pendidikan multibahasa. Dari penjara Belanda hingga pengasingan menjelang Perang Dunia II, perjalanan hidupnya melibatkan perjuangan, kemenangan, dan pemberontakan. Puncaknya adalah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 dan kepresidenannya yang kontroversialnya hingga 1966.

  • Sorotan:

Sorotan utama adalah peran Sukarno dalam perjuangan melawan penjajah dan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pendidikannya, dari pengasingan hingga tuntutan Jepang, membentuk visinya tentang keadilan sosial dan kemerdekaan. Era pemerintahannya ditandai dengan "Demokrasi Terpimpin," tetapi juga krisis nasional dan upaya kudeta 1965 yang berdampak besar pada sejarah Indonesia.

  • Perspektif Luas:

Dari sudut pandang luas, Sukarno bukan hanya seorang pemimpin politik. Ia adalah simbol kebangkitan nasionalisme, pencipta ideologi negara, dan tokoh yang memberikan identitas unik pada Indonesia. Perannya membentuk fondasi politik dan budaya yang masih terasa hingga saat ini.

  • Perspektif Mendalam:

Perspektif mendalam mengungkapkan bagaimana Sukarno, dengan kemampuan bahasanya yang luas, memahami keberagaman budaya Indonesia. Pendidikan multibahasanya mencerminkan upaya untuk mempersatukan bangsa. Meskipun kebijakannya kontroversial, seperti "Demokrasi Terpimpin," mencerminkan upaya membangun negara yang merdeka dan adil.

  • Kilas Balik:

Mengenang Sukarno tidak hanya tentang kepemimpinan politiknya tetapi juga tentang perjuangan dan idealisme. Kilas balik pada proklamasi kemerdekaan, upaya kudeta 1965, dan akhir hayatnya menjadi titik refleksi bagi Indonesia. Warisan dan pengaruhnya masih terasa dalam dinamika politik dan budaya negara ini.

 

Baca juga:
Gonjang-ganjing Politik Dinasti
Fatwa Golput Haram MUI, Masihkah Relevan?
Kenapa Megawati Belakangan Suka Ngeselin?

 


Profil Sukarno: Pemimpin Revolusi Indonesia dan Presiden Pertama

Kehidupan Awal dan Pendidikan

Sukarno adalah anak tunggal dari seorang guru Jawa, Raden Sukemi Sosrodihardjo, dan istrinya, Ida Njoman Rai. Awalnya bernama Kusnasosro, Sukarno kemudian diberi nama baru, Sukarno, setelah sakit-sakitan. Dikenal sebagai Djago oleh teman-temannya, Sukarno tumbuh menjadi pahlawan revolusioner dan arsitek kemerdekaan yang dikenal sebagai Bung Karno.

Sukarno menghabiskan masa kecilnya di desa Tulungagung, di mana ia terpapar dengan animisme dan mistisisme Jawa. Sebagai pemuda, Sukarno dikirim ke sekolah menengah di Surabaya dan tinggal di rumah Omar Said Tjokroaminoto, tokoh masyarakat terkemuka. Di sana, ia bertemu berbagai macam pemimpin-pemimpin muda yang yang konservatif hingga komunis. Pengalaman ini memberikan pengaruh mendalam pada pikiran dan kepribadian Sukarno.

Pendidikan Multibahasa

Sebagai seorang pelajar, Sukarno memilih untuk unggul terutama dalam bidang bahasa. Ia menguasai bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Indonesia modern, yang sebenarnya banyak ia bantu ciptakan. Ia juga menguasai bahasa Arab, Belanda, Jerman, Prancis, Inggris, dan kemudian Jepang. Keberagaman bahasa ini mencerminkan kesinambungan politik nasional yang sedang berkembang saat itu.

Kemerdekaan Indonesia

Sukarno menghabiskan dua tahun di penjara Belanda (1929–31) di Bandung dan lebih dari delapan tahun dalam pengasingan (1933–42) di Flores dan Sumatra. Saat Jepang menduduki Hindia pada Maret 1942, Sukarno menjadi kolaborator. Selama Perang Dunia II, ia menjadi penasihat dan propagandis utama Jepang.

Pada 1 Juni 1945, Sukarno membuat pidato terkenal di mana ia mendefinisikan Pancasila, Lima Prinsip (nasionalisme, internasionalisme, demokrasi, kesejahteraan sosial, dan kepercayaan kepada Tuhan), doktrin negara yang masih dijunjung tinggi hingga kini. Setelah Jepang hancur, Sukarno menyatakan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, memicu perlawanan sukses terhadap Belanda.

Era Pemerintahan Sukarno

Dari ibu kota revolusi di Yogyakarta, Sukarno kembali ke Jakarta pada 28 Desember 1949. Sebagai presiden, kekuasaannya simbolik. Namun, pada 1957, ia mengumumkan Dekrit Presiden. Sejak itu kekuasaan eksekutif berpindah dari perdana menteri ke tangan presiden. Para pengkritik mengatakan Sukarno tidak mengembangkan program pembangunan ekonomi yang koheren. Politik Indonesia pun semakin kacau dan ekonomi kian tidak stabil.

Demokrasi Terpimpin dan Krisis Nasional

Pada akhir 1957, Sukarno mendeklarasikan "Demokrasi Terpimpin". Namun, kebijakan ini menghancurkan demokrasi parlementer dan lambat laun menyebabkan krisis nasional. 

Kudeta 1965

Pada 1 Oktober 1965 upaya kudeta oleh Gerakan 30 September mengguncang Indonesia. Soeharto, yang memimpin pasukan di Jakarta, dengan cepat menghentikan upaya tersebut. Soeharto dan militer meyakini Partai Komunis Indonesia (PKI) yang didukung Sukarno, ada di balik kudeta tersebut. Setelah itu terjadi pembantaian terhadap ribuan hingga jutaan anggota PKI. Pada 11 Maret 1966, Sukarno memberikan kekuasaan kepada Suharto.

Akhir Kepemimpinan Sukarno

Sukarno meninggal pada usia 69 tahun karena penyakit ginjal kronis pada 21 Juni 1970. Pemakamannya, meskipun sederhana, dihadiri oleh ratusan ribu orang. Ideologi Sukarnoisme dilarang hingga akhir 1990-an, ketika Suharto tumbang dan pemerintah merehabilitasi nama Sukarno.