Tantangan Transportasi Umum di Surabaya

Penulis: Achmad Susanto
Editor: Hamim Septian
Tantangan Transportasi Umum di Surabaya

Highlight

 

  • Mengapa Penting:

Meski awalnya tampak sebagai malapetaka, kehilangan motor dan helm mengajarkan kami akan pentingnya fleksibilitas dan menghadapi tantangan. Kami memang kehilangan kenyamanan dan keamanan yang diberikan oleh motor. Namun, musibah ini malah memancing kami untuk kencan dengan cara-cara baru.

  • Gambaran Besar:

Banyak yang merekomendasikan kami untuk menjalani "bus date," yang belum pernah kami pertimbangkan sebelumnya. Salsha, pasangan saya, memiliki pengalaman tidak mengenakkan dengan transportasi umum, sementara saya lebih pragmatis. Keputusan ini mengarah pada petualangan kencan yang tidak terduga di transportasi umum Surabaya.

  • Sorotan:

Ada banyak jalan di Surabaya yang kelihatannya romantis. Sayang, karena kehilangan motor, kami memutuskan untuk berkencan di kampus.

Kami mengerjakan tugas di student center dan makan malam di amphitheater kampus. Rasanya berbeda, mengingat kami biasanya lebih suka bekerja di kafe dan makan di rumah makan. Tapi kami anggap ini pengorbanan kecil demi menghemat anggaran bensin.

  • Perspektif Luas:

Suatu sore, kami memutuskan untuk mencoba pengalaman baru: menggunakan transportasi umum. Kami mengunjungi Tunjungan Plaza dengan menumpang Trans Semanggi Suroboyo. Ada sejumlah kendala yang menarik. Kami harus berdiri lebih dari 15 menit di halte bus Dharmawangsa karena tidak ada tempat duduk. Di situlah muncul pertanyaan soal efisiensi transportasi umum di Surabaya serta dampaknya pada pengalaman penumpang.

  • Perspektif Mendalam:

Sebelumnya kami telah menginstal aplikasi Teman Bus. Namun, rasanya aplikasi ini tidak sepenuhnya membantu. Informasi yang tersedia dalam aplikasi sangat terbatas, misalnya rute perjalanan yang tidak ramah pengguna. Aplikasi yang dapat memberikan informasi komprehensif tentang transportasi umum sungguh dibutuhkan. E-money memang bisa digunakan untuk mengakses bus. Namun, kondisi jalan di Surabaya tidak mendukung transportasi umum. Tanpa jalur khusus, bus harus bersaing engan motor dan mobil. Di situlah kami merasa ada jurang antara transportasi umum di Surabaya dan Jakarta.

  • Kilas Balik:

Dalam setiap kehilangan, ada pelajaran yang berharga. Kehilangan motor dan helm mengantarkan kami kepada petualangan kencan yang penuh warna di sepanjang jalan yang penuh kendala. Kami belajar untuk menghargai momen bersama dan fleksibilitas dalam menghadapi perubahan.

 

Baca Juga : Tambal Sulam Transportasi Publik Surabaya

Petualangan Naik Transportasi Umum di Surabaya

 

Kendala di Jalanan Surabaya

Ada banyak jalan di Surabaya yang kelihatannya romantis, yang sayangnya sulit kami nikmati lagi sejak kehilangan motor. Walhasil, untuk sementara waktu, kami memutuskan untuk berkencan di kampus.

Kami mengerjakan tugas di student center dan makan malam di amphitheater kampus. Situasinya kadang terasa agak ganjil, karena biasanya kami lebih suka bekerja di kafe dan makan di rumah makan. Namun, kami anggao ini sebagai pengorbanan kecil selama masigh bisa bersama. Selain itu, anggaran bensin pun bisa dihemat.

Petualangan Kencan dengan Transportasi Umum

Suatu sore, kami memutuskan jalan-jalan ke Tunjungan Plaza dengan menumpang Trans Semanggi Suroboyo. Kami pun menghadapi sejumlah kendala.

Pengalaman Naik Bus di Surabaya

Kami harus menunggu lebih dari seperempat jam di halte bus Dharmawangsa. Karena tak ada tempat duduk yang tersedia, kami memutuskan untuk berdiri di bawah plang biru sampai bus datang. Saya berasal dari daerah sehingga tidak terlalu paham berapa lama waktu tunggu bus dan tempat pemberhentian yang seharusnya. Namun, Salsha terlihat agak tidak nyaman dan beberapa kali mendengus. Mungkin dia ingin pergi ke toilet, tetapi tidak berani. Ternyata ada peraturan durasi tunggu antarbus, yakni maksimal 15 menit. Jika lebih dari itu, kami bisa mengajukan keluhan kepada pihak berwenang. Sayangnya, saya baru mengetahui hal ini beberapa hari yang lalu.

Aplikasi Teman Bus Kurang Membantu

Sebelumnya saya telah menginstal aplikasi Teman Bus. Saya kira aplikasi yang wajib dimiliki siapapun yang belum terbiasa dengan transportasi umum di Surabaya. Namun, tiba-tiba saya merasa aplikasi ini tidak terlalu membantu. Informasi yang tersedia terbatas, misalnya rute perjalanan. Aplikasi ini juga memiliki fitur pelacakan bus, tetapi tampaknya hanya sebagai hiasan untuk membuatnya terlihat canggih.

Perbandingan Transportasi Umum Surabaya dan Jakarta

Kami akhirnya masuk ke dalam bus dan membayar ongkos dengan kartu e-money. Namun, kami merasa kondisi jalan di Surabaya sangat tidak mendukung untuk transportasi umum. Bus harus berbagi jalan dengan motor dan mobil di kanan-kiri, tanpa jalur khusus seperti di Jakarta. Meskipun ada beberapa pengendara motor yang sesekali menyelinap masuk ke jalur bus di Jakarta, polisi lalu lintas akan segera menindak. Di Surabaya, bis harus bersaing dengan kendaraan pribadi, yang mungkin menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat lebih suka menggunakan kendaraan pribadi daripada transportasi umum.

Tantangan Menuju Tujuan

Kami turun di halte Urip Sumoharjo 2, halte terdekat menuju Tunjungan Plaza berdasarkan rute yang kami tempuh (ITS-Unesa). Namun, halte agak jauh dari tempat tujuan. Kami harus berjalan kaki lebih dari 1,3 kilometer, sekitar 20 menit, dari halte ke lobi timur Tunjungan Plaza. Salsha dan saya mulai merasa lelah karena perjalanan yang cukup jauh ini. Kami memutuskan untuk duduk sejenak di kursi tunggu halte Basra 2, meskipun kami sebenarnya bisa menunggu bus di halte tersebut tanpa membayar ongkos lagi.