Kenapa Angka Kelahiran Terus Turun

Suatu ketika, seorang miliarder bersabda di sebuah mimbar internet:

 

(1) Elon Musk on Twitter: "Population collapse due to low birth rates is a much bigger risk to civilization than global warming" / Twitter

 

Menurutmu jawaban dia:
A. Benar

B. Salah

C. Opini bayi gede kok didengerin…

 

Layaknya mayoritas pendapat sang miliarder, pendapat ini terlalu kental unsur politik dan pengalaman pribadi beliau. Sebagai catatan, ia punya 10 anak (yang setidaknya diketahui publik) dari beberapa perempuan. Selain terlalu personal, PBB dan NASA sudah berkali-kali mewanti-wanti kita semua bahwa masalah utama yang dihadapi umat manusia adalah perubahan iklim, bukan jumlah anak yang diproduksi perempuan seumur hidupnya.

 

Lagipula, bagaimana bisa kita merawat anak-anak kita semua kalau buminya tenggelam? Tidak semua orang punya $100.000 buat terbang ke Mars, Elon!

 

Tapi satu hal yang benar dari miliarder halu itu adalah angka kelahiran dunia mencapai titik terendah. Pada tahun 1950, rata-rata anak yang dimiliki oleh seorang perempuan adalah 5 anak. Angka ini terus turun sampai pada tahun 2020: rata-rata anak yang dimiliki oleh seorang  perempuan adalah 2,4 anak. 

 

Di Indonesia sendiri, angka kelahiran pada 1960 adalah 5,6 anak/perempuan. Angka ini terus menurun hingga pada 2021, angka kelahiran ada di angka 2,1 anak/perempuan. 

 

Setidaknya ada 3 penyebab kenapa angka kelahiran terus turun. 

 

Pertama, semakin banyak perempuan yang sekolah. Semakin banyak perempuan yang mengenyam bangku sekolah atau bahkan sampai bangku kuliah, semakin kecil kemungkinan ia memiliki anak. Bisa dibilang pendidikan adalah alat kontrasepsi paling efektif karena secara tak langsung memaksa perempuan untuk lebih fokus ke pengembangan diri dan membuka kesempatan bagi mereka untuk berpartisipasi di lapangan kerja. 

 

Meskipun banyak teman perempuan yang suka mengeluh kalau mereka capek sekolah dan pengen nikah saja, fakta lapangan justru menunjukkan perempuan suka sekolah. Lebih mengejutkannya lagi, lebih banyak sarjana perempuan daripada sarjana laki-laki di Indonesia. Berbagai studi juga sudah menunjukkan perempuan jebolan universitas cenderung punya anak lebih sedikit daripada mereka yang hanya lulusan SMA ke bawah. 

 

Tapi ini juga tak sepenuhnya bisa menjelaskan kenapa angka kelahiran anak di Indonesia bisa turun lumayan drastis. Lagi-lagi perlu diingat bahwa hanya 8% penduduk Indonesia yang pernah merasakan bangku kuliah. Maka, penyebab turunnya angka kelahiran adalah…

Layanan kesehatan ibu-anak yang lebih mumpuni, termasuk program KB. Alasan utama kenapa orang-orang zaman dulu punya banyak anak adalah untuk memitigasi kematian anak yang sangat tinggi. Jadi semisal seorang ibu di tahun 1950 punya 5 anak, setidaknya ada kemungkinan 1-2 anaknya akan meninggal sebelum mereka menginjak usia dewasa. 

 

Tingginya angka mortalitas anak ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, usia ibu yang terlalu muda. Mereka yang berusia 15-19 tahun mengalami risiko komplikasi kehamilan dan kelahiran yang jauh lebih tinggi daripada mereka yang hamil dan melahirkan di usia 20 tahun ke atas. Risiko tertinggi menghantui para ibu yang berusia 10-14 tahun, dengan kemungkinan kematian ibu dan anak 5 kali lebih tinggi daripada ibu berusia 20-24 tahun. 

 

Kedua, layanan kesehatan ibu-anak dulu tak sebagus sekarang. Belum lagi gizi buruk dan berbagai penyakit yang banyak menyasar perempuan usia subur dan ibu. Kampanye kesehatan dan gaya hidup bersih belum seumum sekarang, sehingga memperbesar risiko kematian ibu-anak.

 

Ketiga, pemerintah Indonesia sudah mencanangkan program keluarga berencana sejak 1970. Program ini lahir karena pemerintah ingin meningkatkan kesehatan perempuan dengan memastikan perempuan hamil di usia matang dan memiliki jarak antar kehamilan yang tak terlalu dekat. Program ini nantinya berkembang menjadi pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan keluarga, serta kesejahteraan keluarga.

 

Lebih penting dari itu semua, program KB membuat negara, terutama negara-negara berkembang, bisa lebih fokus memperbaiki perekonomian, meningkatkan akses ke pendidikan, gizi, dan lapangan pekerjaan, serta masih banyak lagi. 

 

Lalu alasan terakhir kenapa angka kelahiran terus menurun tiap tahunnya adalah… Biaya mengurus anak semakin mahal. Hitung-hitungan Tirto tahun 2016, orangtua kelas menengah mengeluarkan Rp31.596.000 per tahun per anak. Mengingat tiap tahunnya ada resesi, jelas bahwa orangtua sekarang perlu mengeluarkan biaya lebih banyak. Kita juga harus mempertimbangkan biaya kuliah yang tiap tahun terus naik. Untuk tidak menguliahkan anak jelas bukanlah sebuah pilihan, mengingat ada banyak keuntungan yang hanya bisa didapatkan dari bangku kuliah. 

 

Jadi sudah jelas ya, kenapa ucapan miliarder tadi tidak masuk akal. Populasi bumi masih aman kok, justru yang tidak aman adalah kondisi bumi kita yang semakin panas tiap tahunnya.