Highlight
-
Mengapa Penting:
Siti Manggopoh, dikenal sebagai Singa Betina, merupakan tokoh penting dalam sejarah perlawanan terhadap penjajahan Belanda di Minangkabau pada awal abad ke-20.
-
Gambaran Besar:
Pada tanggal 16 Juni 1908, Siti Manggopoh bersama suaminya, Rasyid, memimpin serangan terhadap tentara Belanda yang sedang merayakan pesta pora di Manggopoh. Peristiwa ini, dikenal sebagai Perang Belasting.
-
Sorotan:
Keberanian Siti Manggopoh terletak pada strategi taktisnya dalam mengorganisir dan memimpin pasukannya. Serangan mendadak ini berhasil menciptakan ketidakpastian di kalangan tentara Belanda, memberikan keunggulan psikologis bagi pihak perlawanan.
-
Perspektif Luas:
Perlawanan Siti Manggopoh merepresentasikan spirit perjuangan melawan penindasan kolonial. Tindakannya tidak hanya menunjukkan keberanian dalam pertempuran fisik, tetapi juga keberanian moral untuk melawan ketidakadilan.
-
Perspektif Mendalam:
Bagaimana perjuangan batin Siti Manggopoh setelah berhasil membela tanah airnya. Meskipun dipenjara dan menghadapi hukuman pengasingan yang mengancam, keberaniannya sebagai ibu yang bertanggung jawab membuatnya tetap dihormati.
- Kilas Balik:
Keputusan Siti Manggopoh untuk melindungi Rasyid, sekaligus memimpin perlawanan, menunjukkan dedikasinya terhadap kemerdekaan dan keadilan. Peninggalan perjuangannya terus menjadi dorongan untuk pengakuan sebagai pahlawan nasional.
Baca juga:
Sejarah "Londo Ireng" era Kolonial
Siti Manggopoh: Singa Betina yang Melawan Belanda
Kisah Siti Manggopoh, seorang pahlawan nasional yang lahir pada tahun 1880 di Manggopoh, Hindia Belanda, adalah figur yang mungkin belum begitu dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Meskipun namanya tidak seterkenal Kartini atau Cut Nyak Dien, peran dan keberaniannya dalam melawan penindasan Belanda menjadikan Siti Manggopoh pantas dikenang.
Latar Belakang Sejarah Siti Manggopoh
Pada awal abad ke-20, Belanda menerapkan peraturan belasting yang kontroversial di tanah adat Minangkabau. Tanah komunal yang digunakan secara bersama-sama oleh masyarakat Minangkabau dikenai pajak, yang dianggap bertentangan dengan adat setempat. Siti Manggopoh, yang dikenal sebagai Singa Betina, bersama suaminya, Rasyid, memimpin perlawanan melawan kebijakan ini.
Keberanian Siti Manggopoh Melawan Penjajahan dalam Perang Belasting
Pada tanggal 16 Juni 1908, Siti Manggopoh dan suaminya merencanakan serangan terhadap Belanda yang sedang mengadakan pesta pora di Manggopoh. Siti Manggopoh, dengan keberanian luar biasa, berhasil memimpin pasukannya untuk menyerbu tentara Belanda. Hasilnya, 53 tentara Belanda tewas dalam peristiwa yang dikenang sebagai Perang Belasting.
Hukuman dan Pergolakan Batin
Setelah berhasil membela tanah airnya, Siti Manggopoh dan suaminya dipenjara, menunggu vonis hukuman pengasingan. Namun, berkat statusnya sebagai seorang ibu yang harus merawat anaknya, Siti tidak diasingkan. Meskipun mengalami pergolakan batin antara tanggung jawab sebagai ibu dan perjuangan melawan penjajahan, Siti tetap gigih dalam memperjuangkan hak rakyat Minangkabau.
Peninggalan dan Upaya Pengakuan sebagai Pahlawan Nasional
Hingga kini, pemerintah Sumatera Barat terus mendorong agar Siti Manggopoh diakui sebagai pahlawan nasional. Perjuangannya yang luar biasa, termasuk menyembunyikan suaminya di hutan selama 17 hari, menjadi bukti nyata keberaniannya melawan penindasan Belanda.
Jejak Monumen Siti Manggopoh
Monumen Siti Manggopoh, yang berlokasi di Simpang Gudang, Lubuk Basung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, menjadi saksi bisu perjuangan rakyat Manggopoh melawan kebijakan Belanda dan terjadinya perang Manggopoh. Gagasan utama di balik pendirian monumen ini adalah sebagai lambang perjuangan rakyat Manggopoh. Tujuannya adalah untuk melestarikan semangat dan nilai-nilai perjuangan yang telah dilakukan oleh leluhur. Monumen ini menjadi sarana penyampaian warisan sejarah kepada generasi muda.